Thursday, February 12, 2009
Pertanyaan Murid Mbolosan
Bu Rini (bolehkah aku memanggil demikian?), yang saya hormati. Entah karena apa, dalam beberapa minggu ini saya menemui banyak masalah dan terutama dalam bentuk psikologis, dan.saya minta maaf untuk itu jika sampai membuat Bu Rini kerepotan dan menyusahkan. Sekali saya minta maaf.Bagiku, maaf mungkin lebih besar artinya dari pada sebuah “nilai”. Karena secara akademis juga secara social-kultural hal ini mungkin saja laik mendapatkan nilai yang jauh lebih jelek. Ya, saya akui itu. Dan untuk itu, saya minta maaf.
***
Sejak beberapa semester yang lalu, memang banyak hal yang terjadi dalam diri ini. Tapi untuk semester ini, ada beberapa pertayaan yang sedikit membuatku bertanya-tanya (sesuatu yang biasanya saya sendiri mencarinya di buku-buku dan tidak menanyakannya langsung pada dosen).
Untuk beberapa pertanyaan ini saya belum bisa menemukannya dalam beberapa literature. Pertanyaan pertamaku: apa sebenarnya metode Kajian Amerika? Dalam beberapa kali pertemuan mata kuliah Kajian Amerika, saya sering mendapatkan kebingungan. Sebenarnya kita itu mau diajari apa: semiologikah, budaya popkah, cultural studieskah, atau sebuah, seperti, kajian sosiologi pada umumnya.
Kalau melihat dari pertama kali saya masuk kuliah Metode Kajian Amerika, saya langsung teringat bukunya Roland Barthes yang pernah saya baca (terjemahan) terutama sub tema Myth (Mitos Dewasa Ini). Dalam kajian budaya popular, metode ini memang banyak dipakai meski sanggahan terhadap mitologi Barthes ada lobang kekurangan filosofis terutama dalam menarik penafsirannya yang, menurut beberapa pemikir, terlalu arbitrer.
Kajian Amerika, seperti dalam kuliah Bu Fitria, adalah kajian yang memakai berbagai metode. Tapi yang saya sayangkan adalah kenapa tidak dibahas secara mendalam konprehensif dalam mata kuliah tersendiri?
Belum selesai membahas semiologi Roland Barthes, perkuliahan beranjak pada pembahasan mitodologis dalam beberapa bahasan, terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat budaya popular yang kehilangan estetika dan rasionalitasnya. Ya, sesuatu yang menurut sepengetahuan saya hampir sama dengan yang banyak dibahas dalam posmodenisme. Juga hampir sama dengan pembahasan dalam cultural studies. (Ahmad Sahal pernah menulisnya dalam Rubrik Bentara di Harian KOMPAS, dengan judul : Cultural Studies Yang Menyingkirkan Esttetika).
Pertanyaan yang kedua: sebenarnya kita belajar Orientalisme atau Oksidentalisme? Terus terang saya belum tahu kemana arah dari “jurusan” Kajian Amerika di sastra Inggris ini.
Fotokopi yang kita terima pada masa kuliah Metode Kajian Amerika, adalah pengantar bukunya Said Edward, dengan judul Orientalism. Sebuah buku yang banyak membongkar maksud-maksud tersembunyi dalam kajian orientalisme. Buku ini memang saya belum membacanya, karena masih dalam pencarian buku itu sendiri yang diperpus sepertinya memang tidak ada. Sedangkan yang kedua, Oksisdentalisme, adalah kajian yang membahas peradaban barat. Ada juga buku yang berjudul sama yang ditulis oleh Hasan Hanafi. Hal ini pernah dibahas dalam jurnal Universitas Paramadina yang berusaha menengahi pertentangan Orientalisme dan Oksidentalisme.
Dalam perkuliahan, saya bingung kemana arah yang hendak dijejakan: menkaji pemikiran barat dengan demikian menjadi oksidentalis; atau menkaji barat tanpa ada rasa atau tujuan “akademis”, bukan orientalis atau oksidentalis?
****
Berikut ini sekadar usul: bagaimana kalau penjurusan Kajian Amerika ditetapkan pada semester lima?
Ada beberapa alasan untuk usul ini. Pertama, secara personal saya merasa bahwa saat saya masuk Kajian Amerika, saya seperti dimasukkan dalam lorong waktu yang memiliki system waktu yang berbeda dalam kecepatan. Kita harus berpacu dan melaju terus. Kita harus menguasai, atau paling tidak bisa ngomong dalam presentasi, beberapa permasalahan ekonomi, politik, sosiologi, budaya, berikut pemikiran dibaliknya atau asumsi-asumi yang mendasarinya, secara serempak tanpa ada “pengantar” yang bisa dijadikan peta atau arah. Kita tiba-tiba saja sudah ada di medan perdebatan, sejenak sebelumnya tanpa kita punya persiapan yang memadai.
Kedua, terus terang Kajian Amerika adalah kajian yang sangat luas dan komples. Saya yakin para dosen menyadari hal ini. Tidak seperti major study lainnya, kajian Amerika adalah kajian yang “belum” siap secara akademis jika dibandingkan dengan kajian lainnya. Kajian sastra dan lingiuistik merupkan kajian yang sudah cukup matang dan dewasa dibandngkan dengan kajian lainnya. Berikutnya adalah penerjemahan yang lumayan siap secara akademis dan dan teknis. Kajian Amerika? Entahlah.
Ketiga, dengan menetapkan penjurusan Kajian Amerika pada semester lebih awal (lima), paling tidak hal ini akan memberikan nafas yang lebih lega dan lama pada mahasiswa untuk memikirkan proposal dan mendalami Kajian Amerika dengan lebih komprehensif. Kenapa kita tidak melakukan ini seperti halnya Komunikasi FISIP?
***
Terima kasih atas segalanya. Bukan bermaskud menyinggung atau apa. Tapi sekadar rasa gelisah saya terhadap diri ini, barangkali. Terakhir, mohon maaf atas kelancangan tulisan ini. Sekali lagi terima kasih dan mohon maaf.[]
Surakarta, 15 January 2009
0 Comments:
Post a Comment
<< Home