Tuesday, September 02, 2008

Salah Satu

Kesalahanku dalam kuliah, yang aku tidak ingin mengakuinya, adalah aku datang untuk mempertanyakan bukan menerima, sebagaimana teman-teman yang lain.

Mempertanyakan dan menerima memang bukan sebentuk pertentangan, sebenarnya. Tapi jika dihadapkan pada realita perkuliahan di Indonesia, keduanya seperti berlawanan, kontradiktif (yang dipaksakan). Setidaknya itulah yang saya rasakan saat berada di depan dosen dan membandingkan aku dengan teman-teman. Sistem perkuliahan yang dijalani oleh teman-temanku adalah menerima, dan dengan sendirinya dosen adalah seorang pemeberi ilmu, meski tidak bisa dikatakan pemurah (bandingkan dengan buku-buku, internet dll.).

Dalam sistem menerima ini diandaikan bahwa otak kita adalah sebentuk wadah gelas kosong yang dengan siap sedia menampung, yang kalau bisa semua ucapan (ilmu?) sang dosen. Disini terlihat kebodohanku yang sudah karatan dan mungkin harus diloakan. Ya, aku hendak membuat arah yang berbeda, aku hendak mempertanyakannya dan bukan menerima.

Tapi bukankah yang kita isi itu adalah otak manusia yang memiliki sistem kategorisasi (seperti yang dikatakan oleh Immanuel Kant tentang semboyan Pencerahannya) dan kita tahu otak kita bukan otak hewan juga bukan cuma gelas dan sekali lagi bukan hardisc komputer.

Barangkali sudah nasib otakku yang tragis (saya harap otak manusia abad 21 tidak) yang sudah sering terjadi konsleting, bukannya terkomputerisasi secara digital-mekanistik. Aku merasa otakku juga sudah mulai kalah dan hendak menyerah dan tidak ada lagi tekad dan keberanian untuk mempertanyakan, mendebatkan, mendiskusikan, atau bahkan mempolemikannya segala sesuatu yang masuk dalam otak kita.

Apakah aku akan kalah dan menyerah untuk tidak mempertanyakan? Aku sebenarnya sudah tidak tertarik apalagi berkoflik dengan kekuasaan sistem pendidikan kita, tapi bisakah kita menjalani hidup tanpa mempertanyakan? []

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home