Wednesday, June 04, 2008
Tantangan (bagi) Tuhan
S |
ejarah kekerasan dan yang akhir-akhir ini menghiasi kehidupan sosial kemasyarakatan kita, menurutku, sejatinya adalah tantangan bagi (kata) Tuhan. Orang akan menjadi curiga dan bertanya-tanya apa sebenarnya makna dari kekerasan yang biadab itu. Apakah kata Tuhan sebegitu bengis dan ganasnya dalam kehidupan kita sehingga setiap orang selalu dalam kontrol kecemasan dan ancaman? Atau, pada akhirnya, pentingkah Tuhan bagi manusia jika yang tampak selalu bukan (ke)Tuhan(an)?
Kondisi ini, jika dibiarkan terus berlanjut, akan menghasil manusia atheis yang lahir bukan dari perdebatan ontologis-filosofis. Tapi dari kekerasan fisik yang menjalar menjadi traumatis-psikis. Dan jika kondisi terus diperparah, maka ada benarnya apa yang telah dilakukan oleh orang-orang yang disebut atheis—meski mereka beragama tanpa Tuhan.
Benar pula jika kita harus membunuh dan membakar rumah Tuhan. Lalu, mengikuti Zarathustra, kita membuat maklumat di pasar-pasar yang disiarkan oleh seluruh media cetak dan elektronik: “Tuhan sudah mampus.” Memang, dia harus tumpas-tewas, barangkali.
Dan setelah itu, mungkin, kita bisa bercerita pada generasi mendatang: kita damai bukan karena kita dipenuhi oleh para nabi dan rasul yang bijak bestari, bukan karena kita sudah beragama dengan khusyuk, bukan karena “no more presidents”, bukan karena kita sudah sejahtera semua, bukan semua itu; tapi kita sudah bisa menyadari dan menghargai bahwa, ternyata, kita itu berbeda-beda dan kita sadar kita tidak bisa menjadi seragam oleh apapun itu, dan yang penting, Tuhan telah kita bunuh bareng-bareng, mengikuti para nabi dan rasulnya yang telah mendahuluinya. Tuhan?[]
Labels: Expresi Muda
0 Comments:
Post a Comment
<< Home