Thursday, April 03, 2008
Email “Fitri” Di Pagi Hari
Hari ini adalah pagi yang entah keberapa. Aku pasti lupa. Pagi yang masih mengijinkan aku untuk menghirup udaranya, mendengarkan kicau burung.
Dan saat ini aku membuka sebuah kamus, Oxford Pocket Dictionary, aku mendapatkan sebuah email address. Lalu, entah kenapa juga, kebetulan sekali, aku sedang membuka email.
So, aku mencoba menulis, entah apa. Kalau seandainya dirumuskan: Fitri, sebagai sebuah nama temanku di ujung sana, Madura, yang sering belajar bersamaku dulu kala (apa kabarmu?), dan Fitri, sebagai pengertian atau definisi, dan diartikan "kembali."
Di pinggirku tergolek sebuah buku sastra berjudul “Matikan Radionya”. Saat ini aku ingin membaca sebuah puisi, lebih tepatnya mungkin menyelaminya. "Surat Cinta" judulnya, yang digubah oleh sastrawan kontemporer Indonesia, tinggal di Magelang dan menjadi direktur yayasan IndonesiaTera, Dorothea Rosa herliany. Puisi itu adalah:
Surat Cinta
kupustuskan sesobek pengkhianatan yang cantik,
saat aku mesti tinggal untuk sebuah nafsu.
dengar dengusnya, seperti ombak yang keras
menghantam kekokohan, tapi halus bagai kebenaran
Biarlah kunikmati. kubasuh untuk kegelisahan
dan kesangsian atas cinta. Tapi kesadaran
kadang lebih buruk, tapi suci. Sebab atas nama ia
kulihat alangkah sombongnya kekecewaan.
Menurutku, puisi itu cukup bagus dan menyentuh realitas kekinian. Realitas yang ada adalah begini: (1) Orang rela menjadi tidak perawan atau duda cinta (dalam hatinya). Bisa dengan menggunakan kata-kata playboy-playgirl. Masalahnya adalah hal ini urusan hati. Hati yang sudah tidak 'perawan-perjaka' lagi. Dan itu tidak ada konsekuensi sosialnya. Tidak seperti (2) janda-duda karena pemutusan hubungan suami-istri. Bisa menjadi gossip murahan kecuali yang janda-duda adalah para artis. Lumayan banyak orang yang akan menontonnya.
Secara lebih tegas lagi: Sebuah penghianatan. Ini kalau melihat dan mengasumsikan "cinta itu suci". Tapi kalau tidak ya, terserah. Siapapun boleh berbicara dan boleh tidak perawan-perjaka secara hati. Mungkin tidak bakal ketahuan kecuali oleh mantan-mantannya sendiri.
Dalam kasus pertama yang menarik adalah, di sana orang berani melakukan hal ini: EKSPERIMEN HATI. Hati mereka siap dijadikan “kelinci percobaan” sebuah perasaan CINTA. Dan akibatnya adalah ketidakperawanan-keperjakaan hati. Apakah hati kita sudah tidak perawan-perjaka lagi? kemungkinan besar.
***
Apakah cinta itu sebuah "fitri" yang di sana ada lorong-lorong, meski kecil, untuk aku kembali menemukan diri ini? Atau, di sana, mengutip puisi itu, cuma ada "kesangsian" yang harus dimurnikan dan dicari sarinya dan pada akhirnya berbuah "kekecewaan" yang sombong atau tidak pantas dan tidak pada tempatnya?
Entahlah, “only heaven knows”, hanya Tuhan yang tahu kata, Brian Adam. Tuhan, maukah engkau memberi tahuku? Ahh, aku masih ragu Engkau akan memberi tahu makhluk “sesat”-mu ini, “sesat” dalam dunia Ar-Rohman, dunia Ar-Rohim Mu. Semoga mendapat Enlightenment-Mu. Amin. Aku rela menemukan kesadaran yang lebih buruk, namun aku berharap itu suci.
Tulisanku ngawur, ya? Padahal aku bangun jam 5 pagi, lalu sholat, terus menghadapi komputer dengan jaringan internet nonstop-gratis.
Sorri, kalau mengganggu, apalagi ngebe'-ngebei emailmu. Tapi mau tanya: Bagaimana penafsiranmu terhadap puisi di atas?
Salam dingin dari tempat pertemuan manusia modern.
[email untuk teman aku]
0 Comments:
Post a Comment
<< Home