Sunday, March 23, 2008

Ilmuan Meninggalkan Penemuan; Wali Meninggalkan Kuburan



Hari itu adalah Jumat (21/08). Aku dan beberapa sanak keluarga kembali ke Solo pukul 09.00 WIB. Dari desa Banjar meluncurlah mobil yang kami naiki melewati Bangkalan, Kamal dan sebelum langsung ke Solo mampir di Surabaya, tepatnya ke makam Sunan Ampel. Ini yang pertama kalinya sepanjang sejarahku berangkat ke Solo dengan acara mampir ke makam. biasanya ke rumah teman atau ke TP (mall Tunjungan Plaza), atau paling tdak ke Matahari Departement Store Terminal Purabaya Bungurasih.

Hari Jumat, menurut orang-orang, adalah hari yang baik untuk berziarah ke makam para wali. Kami sampai di Ampel Denta (sebutan ini terkait dengan radio yang di asuh oleh mahasiswa yang belajar di Ampel dan sekitarnya) sekitar pukul 13.30. Dengan perasaan biasa saja karena sudah terlalu sering mengunjungi makam dan melihat kematian, aku masuk lewat pintu sebelah timur. Banyak mobil yang diparkir sampai mobil kami tidak mendapatkan tempat.

Langkah pertama aku dimulai. Di kanan-kiri jalan banyak pedagang berjualan pakain muslim, aksesoris islami, makanan islami seperti kurma dan sebagainya. Sebelum aku masuk ke kuburan aku mempir ke tempat wudhu untuk menyegarkan muka yang sudah kusut gara-gara tidur di mobil.

Lalu….dakkkkkkhhhh makam penuh sesak oleh manusia. Ah mungkin ini karena hari kemaren adalah ultahnya Muhammad Yang Terpilih, yang entah ke berapanya. Tapi hal ini selalu dirayakan.

Dan…ini berbeda dari yang biasanya aku rasakan pada saat berada di makam para wali. Kali ini ada “SETAN” yang berbisik ke aku: “Kenapa selalu banyak orang mengunjungi makam-makam para wali, kyai, ulama, dan orang-orang yag dianggap suci? Untuk berdoa kepada Tuhan Maha Pemurah? Jika iya, kenapa mesti di kuburan dan di tempat manapun, bukankah dengan ke-Mahamurah-annya Dia bisa mengabulkan apa saja tanpa melihat tempat dan siapa yang meminta?(Kalau tidak barang kali Tuhan punya sifat tidak adil?).

Kenapa juga mereka terus berkunjung ke makam? Apakah ini (makam) menjadi satu-satunya peninggalan para wali? Tidakadakah yang lebih keren dan lebih ilmiah untuk aku kunjungi? Semacam lembaga pendidikan yang maju? Buku-buku karangan mereka yang bermutu atau paling tidak perpustakaan lengkap? Bisa juga museum ilmu pengetahuan? Atau penemuan yang bisa aku banggakan dan aku ikuti jejak penemuan dan etos kepenemuannya?”

Uhhh…kenapa juga aku yang dipilih oleh setan!

Gara-gara “bisikan setan” ini aku tidak khusu’ membaca doa-doa. Aku ingin sesuatu yang “lain”. Aku kira sudah saatnya kita berwisata yang lebih fres dan sedikit lebih menambah ilmu yang sesuai dengan zaman kita.

Aku takut jangan-jangan itulah penyebabnya kenapa kita menjadi terbelakang dan terbelakang dan terbelakang…Oleh karena rasa takut itu, barang kali, seorang Abu Nawas yang katanya wali itu berpesan agar kuburannya (dan dilaksanakan): Ada bingkai pintu besar tanpa daun pintu memakai gembok hiper besar namun tanpa kunci dan yang paling aneh ada pintu namum semua area makamnya tidak ada tedeng aling-aling apa-apa sama sekali, Cuma sebungkah batu nisan tok!

Entah apa maksud dari sang sufi humoris kesohor itu. Aku was-was: jangan-jangan wali Cuma meninggalkan makam!? Dan oleh karena itu Abu Nawas membuat lelucon terakhirnya di makamnya sendiri supaya orang Cuma sekadar tertawa kalau pergi kekuburan!!!?

Surakarta, 23 Maret 2008


Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home