Sunday, March 23, 2008
Mencari, Memahami, Membuang Titik
Catatan Personal Untuk D. A.*
/1/
Titik, bagi sebagian besar manusia, adalah akhir, jika kita mengandaikan sebagai penanda kehidupannya. Akhir merupakan perhentian ke dunia hampa, sunyi-sepi. Maka kita takut padanya, seringkali. Titik, kadang kala, merupakan penantian panjang, entah baik atau buruk. Orang lelah-letih menjalani kehidupannya dalam penghampiran pada titik, namun tak juga ada. Titik, bisa juga, adalah rutinitas hidup, bagi yang lain. Dan begitulah titik telah membagi manusia dalam tiga kelompok.
/2/
Aku, entah di posisi yang mana (mungkin yang pertama), ingin menemukan titik, bahkan kalau perlu menjadi titik itu sendiri. Jiwa yang mulai terkikis oleh perih onak perjalanan hidup. Malam dan siang yang ditaburi oleh detik-detik waktu sungguh seperti menggiring diri ini pada lubang kecil yang sesak aku masuki. Kecil tidak sepadan dengan keangkuhan diri ini sebagai manusia. Bisa juga terlalu kecil jiwa ini (bukan berjiwa besar) untuk menampung sedikit saja resah, onar, gelisah, tanya-takberjawab, dan ah…masih banyak lagi.
Aku, pada saat seperti ini, ingin lekas terakhiri, di secuil titik kehidupan. Tertitikkan di pojok kehidupan yang sunyi-gelap. Titik!
Guru-guruku pernah berkata: titik adalah akhir dari permulaan satu huruf yang menggerombol menjadi kata, menghimpun membentuk prasa, dan menyatu merangkai kalimat, pada akhirnya. Kalimat adalah yang diakhrinya pasti titik, atau dititik dan tertitik. Kalimat tanpa titik adalah kehampaan panjang, yang ironisnya tidak memberikan pemahaman, apalagi arti dan makna. Tanpa titik ia kosong di pojok deretan kalimat-kalimat. Titik yang mengakhiri itu memberikan makna, arti, dan pemahaman. Atu, kalau toh di sana ada makan, kau pasti menggeh-menggeh mengikuti jejaknya yang tak tentu ujung.
Tapi sayangnya, titik itu, walau Cuma setitik saja, tidak pernah menghampiri singgah dalam diri ini. Ah…apakah aku salah dalam menyusun serpihan kehidupanku, sehingga tidak pernah titik nampak apalagi singgah. menoleh pun rasanya ia tidak pernah pada diri ini. Entahlah: iya atau tidak, aku tak sampai tahu.
Karena, sebagai pengganti titik, aku sering terjepit oleh koma, sebagai penyela-penyesak kehidupanku. Beraneka koma menjejali langkahku, bukan untuk menghentikanku sementara supaya aku berpikir tenang, merefleksikan diri ini, atau menata langkah berikutnya. Tidak. Koma itu bukan halte tempat pemberhentian sementara atau oase untuk menyejukkan tenggorokan barang sejenak, sebagaimana koma berfungsi dalam barisan anak-anak kalimat yang panjang. Apakah guruku salah memberikan ilmu atau aku sembrono menangkap-menghimpun ilmu? Atau barangkali guruku menganggap belum sepatutnya aku mendapatkan ilmu sehingga dia tidak mau memberikannya padaku? Atau juga, maaf, guruku hendak menjadikan aku seorang Bima yang dia utus menjemput ajalnya sendiri dalam mencari Air Kehidupan? Jika yang terakhir ini berlaku pada aku, apakah pada akhirnya aku akan selamat dan mendapatkan ilmu yang aku harap itu, seperti halnya Bima? Ini terlalu nmulia uyntuk bisa dikerjakan oleh aku. Terlalu mulia.
/3/
Dan kalau seperti itu aku harus memulai dari awal, padahal aku berharap akhir, titik kehidupan. Ah, barang kali memang seperti itu hidup. Bodohkah aku memahami kehidupan? Barangkali.
Dalam pertemuan yang lain dengan mu guru, kamu berkata: “Jika kamu berhenti bertanya, maka kamu akan berhenti berilmu.” Guru, apakah kamu ingin mengatakan bahwa Tanya adalah lebih baik dari pada titik; dan di tengah-tengahnya ada koma yang menajdi nafas di jalur gegasnya kehidupan, namun Cuma sebentar dan keresahan mengintip di depannya untuk dilalui? Tanya itu resah, ragu, menggugat, protes, tidak tetap. Titik itu tetap-mantap, kepastian, tegas tidak ragu.
/4/
Ada juga TITIK BALIK. Aku tidak juga kunjung bertemu dengan titik balik yang akan mengangkat diri ini ke ujung penantian yang penuh dengan harapan. So, tulisan ini belum selesai. Aku sedang mencari sense untuk menulis TITIK BALIK (titik harapan). dan, tulisan ini sebenarnya untuk menanggapi “curhat” tertulis seorang teman yang dikasih ke aku beberapa waktu yang lalu (satu lembar).
0 Comments:
Post a Comment
<< Home