Thursday, April 03, 2008

Wow, Temanku Berpotongan Mohak!


Entah mau dibilang aku yang sedang nyelenih-nyelenihnya atau memang dunia sekitar aku saat itu sedang nyelenih. Waktu aku di Madura (19/08) aku ketemu teman SMP aku di desa. SMP ini adalah sekolah tertinggi negeri di desaku, yang pertama dan satu-satunya. Waktu aku masuk, tahun 1998/1999 (lupa?) adalah edisi perdana sekolah ini dibuka (betapa miskinnya desaku!!!).

Aku adalah salah satu murid pertama dan mungkin karena itu aku terus mendapat “beasiswa” —beasiswa ini mungkin Cuma sekadar promosi produk baru— sampai aku “dipaksa” keluar pada waktu aku di bangku kelas dua. Namun, aku adalah orang kedua pertama yang tidak lulus setelah teman sekelas aku (seorang cewek yang beralih haluan ke pondok di Bangkalan). Lalu setelah itu aku tidak pernah lagi duduk di bangku sekolah.

Kembali ke pembahasan teman aku. Nama pendeknya Muslih (nama yang agamis yang berarti “orang yang berbudi baik”), dengan tinggi badan kira-kira 140-an (sedikit pendek untuk ukuran orang Indonesia biasa). Aku cuma bisa “wow” melihat dandanan rambutnya yang kayak jambul ayam jago: gumpalan tajam ke atas yang berwarna merah hati menyala. Ada apa dengan kepalanya sehingga rambutnya harus ter-punk-an?

Perlawanankah? Tapi kepada apa dan siapa? Kita tahu punk lahir di London pada tahun 80-an sebagai subkultur yang dipaksa (memaksakan diri, lebih tepatnya) menghidupkan keterasingan, memerankan potret-potret imajiner, bahkan protes terhadap kemapanan masyarakat modern Inggris kala itu yang serba tertib. Apakah teman dari desaku menemukan seorang atau masyarakat sebagai musuhnya?

Jawabanya memang tidak gampang. Namun jika kita pakai “ilmu biasanya” maka ini sedikit melenceng dari “meanstream” punk sendiri. Punk, sejauh pengetahuan aku, adalah subkulktur yang tumbuh subur di masyarakat perkotaan yang maju, katakanlah di Malang, Surabaya, Yogya, Bandung, Semarang, dan Jakarta, yang ditujukan sebagai bentuk perlawanan terhadap gaya hidup mainstream, arus utama. Tapi teman aku yang dari sudut desa, apa iya dia sudah harus membentuk budaya tandingan? Terhadap apa dan siapa?

Aku yakin temanku tidak suka sama Kangen Band, tapi apakah itu sebentuk ekspresi pemberontakan yang kental dengan potongan mohak? Aku juga sedikit yakin bahwa teman aku tidak banyak tahu tentang band-band punk luar negeri seperti Limb Bizkit atau yang lainnya. Apakah temanku sudah terkontaminasi dengan budaya punk?

Sepertinya kau harus lebih bnyak belajar tentang budaya pop(uler).

0 Comments:

Post a Comment

<< Home