Wednesday, March 26, 2008
Aku Lelaki Feminis!?
Sisa-sisa cerita feminis, kesimpulan sementaranya. Dan aku, entah terpaksa atau dipaksa, menjadi tokoh feminisnya. Waktu itu (25/03) pukul 10.25 pagi menjelang siang. Aku masih berada di pinggiran boulevard UNS depan. 10.25 berarti aku sudah terlambat 5 menit kuliah. Butuh sekitar 7 sampai 10 menit bagi makhluk selambat aku untuk sampai di ruang kuliahlantai 3 pojok atas. Total aku bisa terlambat 15 menit dan sepertinya tidak ada toleransi keterlambatan 15 menit (dosen aku kejam-kejam terhadap waktu!!!).
Aku mencoba mempercepat ayunan langkah. Barangkali masih ada kesempatan aku masuk kuliah, dari pada masuk ke perpus. Bisa saja dosennya terlambat. Tet..tetet…teeeeet, bunyi klakson motor di belakang aku. Entah siapa yang dimaskud. Aku tidak menoleh ke belakang. Aku terus melangkahkan kaki. Sejurus kemudian, sepeda motor Supra X berhenti di depan aku. Ada seorang cewek yang cukup cantik banget nongkrong di atasnya dan menoleh ke aku.
Aku sebenarnya lebih suka berjalan kaki sambil memelototi buku seperti biasanya. Lebih enjoy. Tapi aku tak tega menolak bantuan baik apalagi dari cewek dan aku sedikit tergesa-gesa. Aku mendekatinya dan terjadilah obrolan “kecil”.
“Aku di belakang aja, ya?” kata aku.
“Di depan aja!”
“Kenapa? Bolehkan aku di belakang?” aku mencoba mempertahankan keinginan aku.
“Kan, cowok biasanya di depan.”
“Begitu?” aku mencoba menguak alasan yang sedikit rasional.
Motor sudah mulai meluncur ke fakultas dan aku sudah memenangkan negosiasi dengan teman aku. Aku duduk di belakang. Dalam perjalanan menuju fakultas aku tidak melanjutkan “perdebatan”. Aku menanyakan masalah kuliah, apakah hari ini ada ujian. Aku dan teman aku cukup bergembira.
Tapi perdebatan sebenarnya terjadi dalam benak aku. Apakah aku termasuk lelaki feminis yang sedang mempraktekkan feminisme? Aku pernah ikut seminar tentang fenomena feminisme. Inti sari dari feminisme adalah hegemogi kaum lelaki terhadap perempuan dalam social, ekonomi, politik, agama, gaya hidup dan entah apalagi. Pokoknya itu, semua yang ada di dunia ini adalah Laki-laki. Yang ada adalah History, sejarah laki-laki yang tanpa wanita-perempuan (Herstory). Hal ini merembes pada masalah yang sepele: siapa yang seharusnya menyetir motor. Feminiskah aku?
Teman aku ternyata juga tersenyum setelah aku menangkan dia (bukan aku mengalahkan dia) untuk menyetir motor. Dan aku tidak ada rasa direndahkan apalagi dihina. Tidak. Lelaki feminiskan aku? Ah...posisi aku kan Cuma sekadar numpang, tidak berhak lebih dan aku rasa teman aku lebih berhak untuk menyetir dan lebih berpengalaman dengan motornya sendiri dari pada aku yang baru belajar naik motor.
Tentu saja teman aku tidak segeram Simone De Beauvoir—teman aku Cuma tersenyum, entah merasa sudah perempuan atau belum— dalam karyanya Second Sex: “Suatu ketika aku ingin menjelaskan diriku pada diri sendiri…Dan perkara ini menohokku dengan sebuah kejutan bahwa hal pertama yang harus aku katakana adalah “Aku seorang perempuan.” Aku merasakan nada getir dan geram pada Beauvior. Dia ternyata belum menemukan dirinya sebagai seorang perempuan, apalagi harus menjelaskan. kesimpualan aku seperti ini: Perempuan yang bukan feminis bukanlah perempuan.
Atau, seperti erangan perempuan Amerika: “Ambisi kami dilatarbelakangai oleh keteran pendekar-pendekar perempuan masa laluyang memandang cemerlang jenisnya sesame perempuan, dan membuktikan kepada semesta bahwa apabila ketentuan konstitusi kita, opini kita dan tata cara tidak melarang kami berbaris kea rah kegemilangan, melalui jalan-jalan sama dengan yang dilakukan oleh laki-laki setidaknya kami harus menyamai dan kadang kala melebihi mereka, dalam cinta kasih kami pada kesejahteraan masyarakat.”—Isi jeritan perempuan Amerika, Philadelphia, 1780.
Dan, masihkah aku lelaki feminis?
“Era feminisme sudah berakhir,” kata dosen aku yang sudah membuat disertasi doktoral tentang kepahlawanan perempuan, tentang feminisme. Sekarang era postfeminisme: perempuan terbelenggu oleh kapitalisme wajah, kapitalisme tubuh, kapitalisme pakaian dan sebagainya dari produk kapitalisme.
Apakah aku, Anda, mereka kaum laki-laki, masih mau meng-kartini-kan kaum perempuan dalam jebakan pernikahan? Dan akhir dari perempuan: Dapur, Kasur, Sumur? Aku yakin tidak ada dari Anda semua yang akan menjawab, “Iya.”
Apakah aku lelaki feminis? Dan bagaimana dengan Anda? Kata dosen aku: “Semua orang adalah feminis sekarang, perempuan atau lelaki.”[]
1 Comments:
Mas Fauzi,,,
Aku gak terlalu mengerti tentang feminisme, dan aku gak tau harus menyebut fenomena ini apa,,,,
Yang jelas, aku cuma mau cerita tentang situasi yang mirip dengan yang pernah dialami Mas Fauzi. Suatu kali pernah aku ikut acara KOPMA mewakili Kentingan. Karena Pak PU berhalangan hadir, dan di sekre cuma ada Mas Aji, akhirnya aku berangkat sama Mas Aji. Mulanya aku diboncengkan dia. Dan karena aku merasa tidak nyaman (asli,, aku kapok minta bonceng Mas Aji!), aku pikir, saat pulang biar aku saja yang di depan. Pulangnya, kuungkapkan niatku itu tanpa memberikan alasan berarti (aku takut menyinggung). Dia jawab, “Aku aja yang di depan“. Aku ingin mendebat, tapi kuurungkan begitu ia berbisik, “Maaf ya, Vin, aku malu soalnya…”. Aku terdiam. Dan sedikit tertanam dalam benakku, ‘Cowok itu malu kalau diboncengin cewek’.
Yang mengherankan, esoknya, terjadi kontradiksi terhadap pendapatku sebelumnya. Waktu itu aku hunting sama Mas Gemblink, karena ‘beliau’ ingin foto-foto sekitar, dia minta duduk di belakang saja. Spontan aku bertanya, “Gak malu, Mas (diboncengin cewek)? ”. Jawabannya agak mencengangkan, “Ngapain malu? Gak jamanya lagi, kok harus malu,,,”. Aku bingung. Kemarin-kemarin juga ada temanku (cowok juga) yang tak minta boncengin aku pakai motorku, tapi dia malah nanya, “Lho, aku di depan?”, aku jawab, “Iya dong, kamu gak malu?”. Senada dengan Mas Gemblink, dia jawab, “Sebenarnya ga pa pa kok”. Aku agak bingung. Antara melindungi ‘harga diri’ dengan ‘rasa sungkan’ boncengin orang yang punya motor, apakah itu yang dipikirkan para cowok?
Maaf, comment-ku panjang, mungkin ini sekedar curahan hati saja. Kalau bisa, mohon feedback-nya…
Post a Comment
<< Home